Pulangnya Ranta "Satpam Menangis" dari Umroh di Tanah Suci

Tak peduli dari manapun kita berasal dan bagaimanapun latar belakang kita, jika Allah sudah menentukan taqdirNya untuk kita, maka tak ada satu manusiapun yang dapat mengubahnya.

Demikian pula jika Allah tidak mengizinkan satu hal terjadi pada hambaNya, maka tiada seorangpun baik di langit dan di bumi yang bisa mengubah nasib hambaNya.


Seorang manusia biasa yang bekerja sebagai satpam (satuan pengamanan) di satu komplek perumahan menengah di kawasan ujung kota Bekasi berbatasan dengan Cikeas, Villa Nusa Indah (VNI) I, bernama Ranta termasuk satu dari jutaan manusia yang bisa mendatangi tanah suci Makkah Al Mukaromah dan Madinat Al Munawaroh tanpa disangka dan diduga sama sekali.

Bahkan, keinginannya yang kuat itu sudah pernah diimpikannya di tahun 1986, dimana dia melihat dua batu tinggi dan besar, yang satu lebih tinggi dari yang lainnya dan dalam mimpinya itu, banyak orang yang mengelilinginya serta melihat ke batu tersebut. Mimpinya di tahun 80-an itu selalu terbayang dan baru bisa dilihat dalam dunia nyata justru di usianya yang tak muda lagi, awal Februari 2014 kemarin.

Sepulangnya dari umroh sepekan itulah, Ranta berbagi dengan keluarga, kerabat dan tetangga serta temannya seperti yang diceritakannya kepada media-reportase.com. Lelaki yang pada akhir Januari lalu berpenampilan biasa saja, kini seperti berubah menjadi sosok yang lebih tenang serta lebih dari sekadar petugas keamanan komplek perumahan yang dikenal sangat sabar dan ikhlas.

Meskipun tak mengenyam pendidikan tinggi, lelaki beranak 3 ini merasa apa yang dialaminya itu merupakan nikmat dan anugerah dari Allah melalui bantuan seorang tokoh di daerah Jatiasih, yang pernah tinggal di VNI I dan tersentuh hatinya oleh situasi dan kondisi Ranta dimana sat itu sedang merenung dan mempunyai mimpi ingin pergi berangkat haji. Berangkat haji atau umroh sudah pasti baginya adalah hal yang tidak mungkin, namun rupanya Allah berkehendak lain, Ranta justru mewujudkan mimpinya yang selalu terbayang dan berulang-ulang mengganggu alam sadarnya itu kini telah terwujud, dan Ranta banyak membawa kisah bahagianya buat keluarga maupun kerabat handai taulannya.

Kebahagiaan Ranta terasa tak lengkap jika dia tak bisa menceritakan semua pengalamannya selama berada di Tanah Suci Makkah Al Mukaromah dan Madinah Al Munawaroh.

Dimulai hari pertama dia tiba di Makkah dan akan melakukan miqat, batas awal dari ibadah haji atau umroh, namun sayangnya dia tak bisa melakukan thawaf karena begitu ramainya beragam suku bangsa dari seluruh antero negeri memadati Ka'bah di tempat bersejarah asal mula da'wah Rasulullah shalallaahu alaihi wa salam. Di samping rasa lelahnya selama lebih dari 9 jam perjalanan dengan pesawat udara, Ranta seperti kehabisan tenaga walau besar sekali keinginannya untuk bisa thawaf, berkeliling memutari Ka'bah berlawanan arah jarum jam di hari pertamanya dia tiba di sana.

Beruntung pada hari kedua, Ranta berhasil melakukan thawaf, dimana untuk mengejar sholat Shubuh saja, dirinya mengakui harus bangun jam 02:00 dini hari agar bisa mendekati Ka'bah dan ikut berkeliling thawaf dengan jama'ah umroh lainnya, setelah dia melakukan miqat. Saat miqat itulah Ranta sudah mulai menggenakan baju ihram, thawaf (mengelilingi Ka'bah berlawanan arah jarum jam) dan mencukur sebagian rambutnya (tahalul), dan melakukan Sa'i (berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah)

Karena Ranta adalah jama'ah umroh dari Indonesia, maka secara waktu Miqat Zamani (ﻣﻴﻘﺎﺕ ﺯﻣﺎﻧﻲ) bisa dilakukan kapanpun sepanjang tahun sedangkan karena berasal dari Indonesia, maka dia sudah bisa melakukan Miqat Makani (ﻣﻴﻘﺎﺕ ﻣﻛﺎﻧﻲ)semenjak mendarat dari pesawat di bandara internasional King Saud, Jeddah atau bisa juga dari Yalamlam.

Pada hari ke-2 inilah, semenjak Ranta melaksanakan ihram pada saat berniat dan memasuki miqat di Jeddah, Ranta sudah menyatakan dalam hatinya terdalam "Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, untuk berumrah", ditambah lagi dirinya mengaatakan dia banyak berdo'a kepada Allah subhana wa ta'ala agar dimudahkan jalannya dalam menjalankan ibadah umroh tersebut.

Sambil tak henti-hentinya dia menyuarakan Talbiyah, "“labaikallohumma labaik, labaik laa syariikala labaik, innalhamda wa ni’mata laka wal mulk laa syariikalak” Ranta berusaha secara perlahan menuju Makkah, dan sesampainya di sana dia menuju Masjidil Haram untuk mengerjakan thawaf.

Setelah sholat sunnah dua raka'at di maqam Ibrahim (tempat berdirinya Nabi Ibrahim sa'at mendirikan ulang bangunan Ka'bah), baru kemudian Ranta melanjutkan dengan ibadah Sa'i yakni berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah. Baru setelah itu, Ranta bisa melakukan tahalul, mencukur sedikit rambutnya di beberapa bagian.

Namun pada hari ke-3, rupanya ada seorang Arab yang berbadan besar yang menyapanya dan sering sekali mengusap-usap punggungnya dengan bahasa Indonesia yang lumayan fasih, "Apakah niatnya datang ke Makkah ini?" Ranta dengan tegas dan tak ragu mengatakan, bahwa niatnya adalah untuk memenuhi panggilan Allah untuk ibadah umroh, yang kemudian dibalas dengan beberapa kali punggungnya diusap, karena senang dengan jawaban polos dan jujurnya.

"Apakah sudah melakukan rukun ibadah umroh secara benar?" Ranta menjawabnya ya, dimana terakhir dirinya hanya bertahalul dengan memotong sedikit rambut di kepalanya di beberapa bagian. Sang kenalan barunya itu malah menawarkan, "Mumpung masih di Makkah pada hari ini, kenapa tidak sekalian saja digunduli rambutnya agar semua rambutnya ditinggal di tanah suci ini?", sebuah tawaran yang tak bisa ditolak dan sangat mendukung keinginan ibadahnya yang kuat, Ranta pun menyetujuinya, sehingga dirinya menurut saja saat dibawa oleh orang Arab itu ke pasar untuk menggunduli rambutnya.

Jelas terlihat betapa kebahagiaan Ranta tergambar di rautnya saat menceritakan pengalamannya yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Sosok sederhana yang tidak bisa baca tulis latin dan huruf Arab ini, justru bisa menikmati ibadah Umroh karena kepolosan dan ketulusannya menjalankan tugasnya sebagai seorang satpam, dan itu membuat seseorang ingin membantunya mewujudkan mimpi belasan tahunnya.

Pada hari berikutnya, Ranta pergi bersama jama'ah umroh lainnya ke Jabal Rahmah, dimana tempat bertemunya Nabi Adam alaihi salam dan Siti Hawa, serta mengunjungi MAKAM (bukan MAQOM) kuburan Siti Hawwa yang panjangnya sekitar 60 hasta atau sekitar 30 meter dengan lebar sekitar 7 hasta atau 3,5 meter di Kota Jeddah. Kata Jeddah sendiri berasal dari kata "jaddah" atau berarti "nenek" yang merujuk dengan ibunda dari semua manusia di muka bumi, Siti Hawwa.

Dari semua pengalamannya selama umroh, tak ada satupun Ranta mendapatkan kesusahan dan kesulitan serta perlakuan buruk dari siapapun, seolah menunjukkan betapa segala amalannya selama di tanah air memberikan efek positif dan menambah semangatnya untuk menjalankan semua panggilan Allah subhana wa ta'ala untuk menyelesaikan ibadah umrohnya.

Perjalannya berziarah mulai dari mendaki Jabal Rahmah (bukit kasih sayang) tempat dimana bertemunya Nabi Adama a.s. dengan Sitti Hawwa setelah terpisah ratusan tahun di muka bumi dari diturunkannya mereka ke dunia, kemudian dilanjutkan ke Jeddah dan masjid Nabawi, Medinah.

Kesemua rangkaian pengalaman ibadah umroh dan ziarahnya itu diceritakan oleh Ranta penuh makna ini tak mungkin bisa terwujud jika saja dia tidak sedang melamun di pinggiran kali Cikeas setelah bertugas menjaga parkiranan di sebuah klinik dokter spesialis anak. Hal ini terlihat oleh Agus Winanto di awal September 2012, yang kebetulan juga pernah jadi warga RT 01 perumahan VNI I, saat Ranta menjadi satpam di RT 02. Agus Winanto yang saat itu belum menjadi caleg, lewat tanpa sengaja melihatnya termenung dan saat ditanyakan rupanya Ranta mengaku sedang gelisah dengan mimpi tetangganya yang katanya dua hari berturut-turut dirinya sedang berada di Makkah.

"Kenapa termenung pak Ranta?" tanya Agus Winanto yang sudah kenal akrab dengan satpam gaek itu, Ranta menjawab, "Sudah dua hari ini kata tetangga saya bahwa dia melihat saya ada di Makkah dalam mimpinya."

"Memangnya pak Ranta mau pergi ke Mekkah?" tanya Agus Winanto
"Gimana bisa saya pergi ke Mekkah? Saya kan cuma seorang satpam!" ujarnya sangat sedih
"Emangnya umur pak Ranta berapa?" tanya Agus kembali.
"Kurang lebih 60-an tahun lah" jawabnya lemas.
"Ikhlas gak, seandainya pak Ranta bisa pergi ke Mekkah?" hingga tiga kali Aguswi menanyakan, dan ketiga kali pula Ranta menjawabnya, "Ikhlas!"

Saat itu juga, Agus Winanto meraih tangan Ranta untuk berjabat tangan dan menyampaikan, "Karena umur pak Ranta lebih tua dari umur saya, maka saya akan membiayai keberangkatan pak Ranta untuk bisa pergi Umroh ke tanah suci!"

Rantapun terkejut dan langsung mencium tangan pak Agus Winanto. September 2012 yang paling indah dan tak terlupakan bagi satpam penyabar, Ranta.

Sayangnya pengurusan keberangkatan umroh Ranta oleh Agus Winanto ini banyak sekali mendapatkan kendala sehingga mengalami waktu yang cukup lama, setidaknya hampir satu setengah tahun. Dan satu kebetulan semata, baru bisa terealisir niat suci memberangkatkan Ranta pergi umroh pada saat Agus Winanto menjadi caleg PPP di Kota Bekasi di tahun 2014 ini.



Betapa tidak, sambil sedikit sesenggukan, lelaki yang berprofesi menjadi satpam ini, tiba-tiba saja seperti lemah tak berdaya untuk bisa menahan airmatanya karena rasa haru yang luar biasa. Sambil sesekali berdo'a Ranta berharap agar Allah subhana wa ta'ala juga memberikan kesempatan yang sama bagi keluarga dan kerabatnya bisa pergi ke tanah suci baik itu ibadah umroh maupun haji.

Semoga saja pengalaman Ranta , sang satpam yang menangis karena haru ini bisa jadi pelajaran bagi kita semua, bahwa betapa amalan ibadah yang bisa mengabulkan segala do'a kita adalah ikhlas, sabar dan tentunya istiqomah. Wallahu a'lam bi showab.

SidikRizal webrizal.com
Anonymous

Post a Comment

Previous Post Next Post