Dana saksi dalam pemilihan umum hingga kini terus
menuai polemik. Dana saksi sebesar Rp 660 miliar itu merupakan uang
negara dan hanya dijadikan bancakan partai-partai politik.
Wakil Ketua Umum PPP Lukman Hakim Saifuddin
dengan tegas menolak dana saksi pemilu yang menggunakan APBN itu
diberikan kepada partai politik. Menurutnya, sudah menjadi tanggung
jawab negara untuk mengamankan suara dalam proses pelaksanaan pemilu.
"Makanya
negara harus bertanggung jawab terhadap pengamanan suara-suara ini
sejak dari TPS lalu PPK dan kabupaten kota sampai tingkat provinsi
hingga ke tingkat nasional," ujar Lukman kepada wartawan di Komplek
Senayan, Jakarta, Senin (27/1).
Oleh karena itu, tegas dia, perlu
ada saksi independen dan netral. "Sebaiknya dana saksi tidak diberikan
ke parpol walau tiap parpol punya saksinya masing-masing. Tapi negara
menyiapkan saksi yang berfungsi mengawal suara-suara itu," tegas Lukman.
Lukman
menyatakan, seharusnya negaralah menyediakan saksi. Sehingga tidak
perlu lagi ada uang APBN digelontorkan ke tiap partai politik.
"Saksi harus disediakan oleh negara, bukan parpol," tandasnya.
Sebelumnya,
pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi mengucurkan dana RP 660
miliar untuk dana saksi pemilihan umum di setiap Tempat Pemungutan Suara
(TPS). Kebijakan yang menguntungkan partai politik ini disebut untuk
meningkatkan kualitas demokrasi menjadi lebih adil buat semua pihak.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
mengatakan, dana saksi ini nantinya akan dikucurkan langsung ke Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pemanfaatannya baik untuk pemilu legislatif
maupun presiden.
"Supaya pemilunya lebih adil, lebih fair. Karena
kita merasa kalau tidak ada saksinya yang mewakili partai, kita nanti
dicurangin," ujarnya.
Merdeka.com -
Tags:
Berita Umum